Linikaltim.id. SAMARINDA. Kebijakan Pemerintah Pusat memangkas Dana Bagi Hasil (DBH) hingga 50 persen memicu kekhawatiran terguncangnya daya fiskal daerah. Imbasnya juga dipastikan merembet hingga ke tingkat desa.
Secara nasional penurunan alokasi dana desa, kabarnya dari Rp71 triliun menjadi Rp60 triliun pada tahun depan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (DPMPD) Kaltim, Puguh Harjanto, menegaskan pihaknya telah menyiapkan strategi mitigasi.
Dampaknya, 841 desa di Kaltim yang biasanya menerima sekitar Rp831 miliar juga akan terkena imbas.
Salah satunya dengan mendorong desa lebih mandiri melalui optimalisasi Pendapatan Asli Desa (PADes) dan pemberdayaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
“Pasti karena sesuai perkembangan, ya kami juga ada penyusunan anggaran. Cuma sudah dibahas dengan TAPD dan Banggar DPRD, tentu kami menyesuaikan dengan kemampuan anggaran. Salah satu yang kita coba maksimalkan khususnya untuk desa adalah memaksimalkan kemampuan PADes,” kata Puguh, Kamis (11/9/2025).
Ia menjelaskan, penguatan BUMDes menjadi langkah prioritas untuk mengurangi ketergantungan desa pada dana transfer.
DPMPD Kaltim bahkan menyiapkan dukungan berupa pelatihan sumber daya manusia (SDM) dan bantuan sarana usaha agar BUMDes bisa berkembang lebih cepat.
“BUMDes kami bantu alat-alat usaha dan juga kami latih SDM-nya agar secara manajemen mereka mampu. Kedua memiliki sarana untuk memproduksi. Harapannya di 2026 usahanya sudah bisa lebih berkembang dan menghasilkan PADes,” jelasnya.
Menurut Puguh, kemampuan BUMDes di Kaltim masih beragam. Ada yang sudah maju dengan omset miliaran rupiah, namun tidak sedikit pula yang masih kecil.
Meski begitu, pihaknya optimistis keterbatasan anggaran dapat diimbangi dengan pemanfaatan potensi desa secara maksimal.
“Jadi kita tidak boleh terlalu pesimis dengan anggaran terbatas. Justru bagaimana memaksimalkan keterbatasan itu agar bisa mendorong potensi lain melalui PADes,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa prioritas penggunaan dana desa tetap mengikuti arahan Pemerintah Pusat. Bahkan, sebagian bisa diarahkan untuk mendukung koperasi desa (Kopdes) agar tetap berjalan meski anggaran menurun.
“Harapan dari desa sebetulnya ada penambahan plafon agar kegiatan Kopdes tidak terganggu. Tetapi karena kondisi keuangan nasional seperti ini, maka kita maksimalkan lagi kemampuan desa-desa dengan dana yang ada,” pungkasnya. (*)

