Dugaan Kekerasan Anak NA Stagnan, Hasil Visum Tak Kunjung Keluar

Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie. (Foto : Eko Setyo).

Linikaltim.id. SAMARINDA. Dugaan kekerasan terhadap anak berinisial NA (4 tahun) yang menghuni salah satu panti asuhan di Samarinda seolah stagnan.

Pihak kuasa hukum korban, Antonius mengungkapkan bahwa laporan polisi (LP) terkait dugaan kekerasan telah dibuat sejak 20 Mei 2025.

Bacaan Lainnya

Namun hingga kini, proses visum belum tuntas karena dinilai ada hambatan pelayanan dari rumah sakit. Visum awal yang diajukan secara mandiri oleh ibu korban ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Abdul Wahab Syahranie (AWS) belum membuahkan hasil.

“Visum itu hak penyidik, betul. Tapi saat diajukan secara mandiri juga tidak dilayani. Prosesnya molor sampai hari ini. Kami rencanakan akan melaporkan pelayanan ini ke Ombudsman Kalimantan Timur,” kata Antonius.

Pihaknya menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga ke pengadilan. Terutama karena menyangkut pelanggaran terhadap anak.

Ia berharap pihak kepolisian dapat memprioritaskan penanganan kasus ini dan mendorong semua pihak untuk bersikap transparan demi keadilan bagi korban.

Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda, Mohammad Novan Syahronny Pasie, menyesalkan tidak kooperatifnya rumah sakit dengan alasan menunggu proses hukum.

“Ini bukan sekadar dokumen. Ini soal nyawa anak. Jangan biarkan prosedur mengalahkan kemanusiaan,” kata Novan Syahronny Pasie, usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Kota Samarinda, Rabu (02/7/2025).

Ia menekankan bahwa rekam medis awal NA yang diambil pada 13 Mei 2025 sudah cukup menjadi dasar hukum bagi kepolisian. Karena itu, tidak ada alasan bagi rumah sakit untuk menunda tindakan medis lanjutan yang dibutuhkan NA.

Novan juga mendorong koordinasi lintas sektor antara kepolisian, kejaksaan, rumah sakit, dan pemerintah daerah untuk menyepakati prosedur tetap dalam penanganan ini. Menurutnya, sistem saat ini terlalu birokratis dan seringkali justru merugikan korban.

“Kita bicara tentang anak usia empat tahun, yang bahkan tidak bisa mengungkapkan rasa sakitnya. Kalau semua pihak terlalu takut salah prosedur, siapa yang benar-benar membela anak ini?” tandasnya.

lanjut Novan, akan terus mengawal kasus NA sebagai bentuk tanggung jawab moral dan politik. Ia mengingatkan agar kepedulian terhadap nasib anak ini tidak hanya jadi perhatian sesaat.

“Silakan hukum berjalan. Tapi DPRD akan pastikan kesehatan NA benar-benar pulih dan tak ada lagi anak lain yang mengalami nasib serupa,” pungkasnya. (*)

Pos terkait