Transfer DBH Bakal Dipangkas, Ini Reaksi Ketua DPRD Kaltim  

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim Hasanudiin Mas'ud.

Linikaltim.id. SAMARINDA.  Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menghadapi ancaman serius terhadap stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026. Pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU) oleh pemerintah pusat diproyeksikan memangkas hingga separuh pendapatan daerah.

Berdasarkan estimasi, DBH untuk Kaltim tahun 2026 hanya sekitar Rp1,42 triliun, anjlok Rp4,64 triliun dari alokasi 2025 sebesar Rp6,06 triliun. Penurunan serupa juga dialami kabupaten/kota.

Bacaan Lainnya

Samarinda, misalnya, akan hanya menerima Rp262,24 miliar atau turun 76,56 persen. Balikpapan Rp233,81 miliar (–91,24%), Bontang Rp209,78 miliar (–83,08%), sedangkan Kutai Kartanegara Rp1,34 triliun (–76,54%).

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltim Hasanuddin Mas’ud menilai kondisi ini bakal mengubah secara signifikan postur APBD daerah.

“Informasi terakhir bahwa ada efisiensi untuk murni. Nah, kemungkinan efisiensinya 50% sampai 75%. Jadi dana bagi hasilnya akan berkurang. Ini akan merubah susunan postur anggaran,” jelasnya.

Menurutnya, jika pemotongan mencapai 50 persen saja, APBD Kaltim bisa kehilangan Rp4,5 hingga Rp5 triliun dari total Rp21 triliun lebih.

Hamas sapaan akrab, Hasanuddin menambahkan, DPRD masih menunggu keputusan resmi melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Namun ia menekankan perlunya skema baru agar pemangkasan DBH tidak merugikan daerah penghasil.

“Kalau itu memang harus dibagi, katakanlah pemerintah pusat 95% dan daerah 5%. Maunya yang 5% itu dipotong di daerah. Yang 95% silakan dibawa ke pusat. Persoalannya, kadang bagian kita sudah ada, tiba-tiba dipotong karena pusat butuh dana. Kita mau bilang apa?” tegas Hamas.

Sebagai informasi, DAU pun tak luput dari penurunan. DAU provinsi diproyeksikan Rp894,50 miliar pada 2026, turun 16,31 persen dari Rp1,06 triliun di 2025.

Hampir semua kabupaten/kota mengalami penurunan serupa di kisaran 16 persen, kecuali Bontang (–12,71%) dan Penajam Paser Utara yang paling tinggi (–21,09%).

Politisi Partai Golkar itu menambahkan, DPRD akan terus memperjuangkan agar ke depan mekanisme DBH bisa lebih berpihak kepada daerah.

“Ke depan, coba diatur supaya DBH dipotong di daerah, jangan semua dibawa ke pusat dulu. Kalau tidak, meski itu hak kita, tetap saja daerah harus menunggu belas kasihan pusat,” pungkasnya.

Jumlah setoran Kaltim ke pusat sangat bervariasi tergantung pada periode dan sektornya, namun berdasarkan pernyataan Gubernur Kaltim, jumlah setoran dari batu bara mencapai sekitar Rp850 triliun, sedangkan dana yang kembali ke daerah jauh lebih kecil.

Pada tahun 2025, Kaltim menerima pagu Dana Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp38 triliun, dari total pagu APBN Kaltim sebesar Rp58 triliun. (*)

Pos terkait