Linikaltim.id. SAMARINDA. Memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) yang jatuh pada 2 Mei 2025, Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Mulawarman (Unmul) bersama Aliansi SISMA Kaltim (Siswa Mahasiswa Kalimantan Timur) menggelar aksi simbolik.
Mereka memasang spanduk berisi pesan-pesan kritis dan propaganda terkait isu pendidikan.
Mereka memilih lokasi-lokasi yang dinilai memiliki nilai simbolik dan potensi visibilitas yang tinggi. Ada tujuh titik lokasi pemasangan banner. Yaitu flyover Jalan Juanda, Tugu Pesut, depan Kantor Gubernur Kaltim, Simpang Tiga Jalan Pahlawan, depan Dekanat FKIP Gunung Kelua, depan Gedung Rektorat Unmul, dan Gerbang utama Unmul.
Aksi ini bertujuan untuk menyuarakan keresahan mahasiswa dan pelajar terhadap kondisi dunia pendidikan yang dinilai kian terpinggirkan oleh kepentingan penguasa.
Muhammad Rezky Nur Ilman sebagai Gubernur BEM FKIP Unmul menjelaskan, ini bentuk perlawanan terhadap kebijakan pendidikan yang dinilai menyimpang dari semangat mencerdaskan kehidupan bangsa.
“Hardiknas hari ini seharusnya menjadi momen refleksi. Namun justru menjadi ajang penguasa untuk terus mengobrak-abrik sistem pendidikan,” katanya diwawancarai Jumat (2/5/2025).
Dalam konsolidasi Hardiknas, BEM FKIP Unmul bersama Aliansi SISMA Kaltim juga merumuskan sejumlah tuntutan kepada pemerintah dan pemangku kebijakan, antara lain:
* Menyoroti rencana pembangunan pemerintah tingkat menengah, serta mempertanyakan aktualisasi program pendidikan di Kaltim, terutama yang berkaitan dengan visi gubernur Kaltim.
* Menuntut perlindungan hak guru serta tindak tegas terhadap segala bentuk pelecehan di lingkungan pendidikan.
* Mendesak pemerintah untuk mengutamakan kebebasan berpendapat bagi pelajar.
* Menuntut gaji yang layak bagi guru honorer.
* Meminta kejelasan dan jaminan kesejahteraan terkait perumahan guru honorer, sebagaimana diatur dalam UU ASN.
* Dari elemen BK, disampaikan pula desakan untuk menurunkan atau meniadakan pajak buku sebagai bentuk dukungan terhadap literasi dan akses ilmu pengetahuan.
Rezky menegaskan aksi ini bukan hanya milik mahasiswa semata. Tetapi menjadi suara kolektif mahasiswa dan pelajar yang peduli terhadap masa depan pendidikan Indonesia.
Dia juga berharap masyarakat, terutama para pemangku kebijakan, dapat membuka mata dan telinga terhadap aspirasi mahasiswa. (*)