Linikaltim.id. SAMARINDA. Hari Buruh Internasional (May Day) yang diperingati 1 Mei 2025 diisi Komite Rakyat Berlawan Kalimantan Timur (Kaltim) dengan menggelar aksi demonstrasi. Ikut bergabung di dalamnya berbagai elemen masyarakat.
Aksi dipusatkan di depan Kantor Gubernur Kaltim, Jalan Gajah Mada. Tema aksi ; “Buruh Bersatu Lawan Oligarki”. Para demonstran menuntut perubahan sistemik atas ketimpangan sosial dan eksploitasi yang dialami kelas pekerja di Indonesia, khususnya di Kaltim.
Menurut mereka, Gubernur sebagai pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi di bisa bertanggung jawab menyelesaikan persoalan-persoalan ketenagakerjaan di wilayahnya.
Dalam orasinya, Iqbal Al Fhiqri, perwakilan Komite Rakyat Berlawan sekaligus penghubung organisasi, menyoroti dominasi oligarki dalam pengambilan kebijakan negara.
Ia menyatakan bahwa negara hari ini justru menjerat serikat buruh dengan kooptasi. Dan menjadikan Hari Buruh sebagai kegiatan seremonial semata.
“Buruh hari ini sedikit turun ke jalan bukan karena tidak peduli tapi karena ruang geraknya dikendalikan oleh negara,” kata Iqbal Al Fhiqri saat aksi Kamis (1/5/2025).
Komite Rakyat Berlawan menilai, sistem kapitalisme global yang dijalankan saat ini telah gagal mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Alih-alih menciptakan keadilan, sistem ini justru memperdalam jurang ketimpangan.
“Kekayaan 50 orang terkaya di Indonesia setara dengan 50 juta orang lainnya. Ini bukti jelas bahwa ada yang salah dalam sistem kita,” cecarnya.
ADA 20 TUNTUTAN
Massa aksi juga datang dari petani, mahasiswa, masyarakat miskin kota, dan elemen sipil lainnya. Mereka menyuarakan 20 tuntutan utama. Di antaranya pencabutan undang-undang (UU) Omnibus Law Cipta Kerja, penghapusan sistem kerja outsourching dan kontrak, serta pengesahan berbagai RUU. Seperti RUU PPRT dan RUU Masyarakat Adat.
Tuntutan lainnya mencakup perlindungan hak perempuan pekerja, penolakan revisi UU TNI, hingga industrialisasi nasional yang mandiri.
Iqbal menyinggung praktik kerja outsourching yang dinilai mengeksploitasi buruh. Ia memberi contoh kondisi di Morowali, Sulawesi Tengah, yang mana para pekerja menghadapi fleksibilitas jam kerja yang ekstrem. Tanpa jaminan keselamatan kerja yang memadai.
“Outsourching bukan hanya memiskinkan, tapi juga mematikan perlindungan sosial bagi buruh,” jelasnya.
AKSI LANJUTAN
Momentum 1 Mei ini dianggap sebagai awal dari rentetan panjang perlawanan rakyat. Selain Hari Buruh, para demonstran juga bersiap untuk menyuarakan aspirasi pada peringatan Hari Reformasi 21 Mei. Juga dalam 100 hari kerja Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud pada 31 Mei mendatang.
Mereka bertekad menjadikan perlawanan ini sebagai gerakan berkelanjutan, bukan sekadar peringatan tahunan.
Aksi ini menjadi refleksi keras terhadap arah kebijakan pemerintah yang dianggap makin menjauh dari kepentingan rakyat. (*)