Ismail Latisi DPRD Samarinda Kritisi Kesejahteraan Guru Swasta, Ada yang Belum UM

Ismail Latisi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda.

Linikaltim.id. SAMARINDA. Anggota Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda, Ismail Latisi, menegaskan pentingnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan guru. Tak terkecuali guru sekolah swasta.

Ismail mengatakan, profesi guru merupakan pekerjaan dan pengabdian yang mendasar.

Bacaan Lainnya

Tanggapan Ismail ini menyusul kontroversi yang beredar atas pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang menyebar. Yaitu soal guru dan dosen disebut sebagai beban negara.

Meski telah dikonfirmasi bahwa kabar pernyataan itu adalah hoax. Namun, masyarakat luas terlanjur menyerap informasi dan bertanya, apakah profesi guru adalah beban?

“Kalau kita bicara guru dan dosen, mereka adalah pendidik bangsa. Presiden, menteri, anggota DPR, polisi, semuanya tidak bisa lepas dari sekolah. Maka kualitas pendidikan yang baik harus ditopang oleh pemerintah,” ujarnya, diwawancarai baru-baru ini.

Ismail tak hanya menyoroti kesejahteraan guru sekolah negeri, tapi juga kondisi guru swasta.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menilai, tidak sedikit guru swasta yang masih menerima gaji hanya Rp500 ribu per bulan. Bahkan total pendapatannya di bawah Upah Minimum Kota (UMK) Samarinda.

“Ini yang perlu diangkat. Pemerintah perlu hadir, melalui insentif kesejahteraan mereka bisa meningkat,” tegasnya.

Ia mengapresiasi langkah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Timur (Kaltim) yang beberapa waktu lalu menyalurkan tambahan insentif bagi guru swasta. Menurutnya, kebijakan tersebut bisa memberikan dampak positif karena kesejahteraan guru berbanding lurus dengan kualitas pengajaran.

“Ketika kesejahteraan guru terangkat, mereka mendidik lebih nyaman, lebih fokus, dan itu akan berdampak domino positif bagi peserta didik,” tambah Ismail.

Terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang pengelolaan pendidikan dasar, Ismail mengungkapkan DPRD Samarinda belum membahas secara teknis dampaknya, khususnya bagi sekolah swasta. Ia menilai, keputusan ini membutuhkan kajian mendalam, termasuk soal subsidi dan mekanisme pendanaan dari APBD.

“Kalau sekolah negeri tidak masalah karena didanai APBN dan APBD. Tetapi untuk sekolah swasta perlu perhitungan detail, jangan sampai salah langkah. Bisa saja nanti opsinya subsidi, tapi itu harus dikaji lebih dulu,” tutup Ismail Latisi. (adv/dprdsmr)

Pos terkait