DBH Kaltim Berkurang, Pengamat Nilai Pemerintah di Kaltim Kurang Kritis

Saipul Bahtiar - Pengamat Politik, Universitas Mulawarman.

Linikaltim.id. SAMARINDA. Berkurangnya penerimaan daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH) pada tahun anggaran 2025–2026 dikritisi akademisi Universitas Mulawarman (Unmul) Saipul Bahtiar. 

Kalimantan Timur (Kaltim) menghadapi tantangan serius. Penurunan DBH diperkirakan mencapai lebih dari Rp4,5 triliun. Ini diprediksi akan memengaruhi keberlanjutan sejumlah program pembangunan.

Bacaan Lainnya

Saipul menilai pemerintah daerah (pemda) kurang menunjukkan sikap kritis atas kebijakan pusat.

Menurutnya, pemangkasan DBH bukan sepenuhnya tanggung jawab daerah. Namun justru dibebankan ke daerah tanpa perlawanan.

“Defisit anggaran, utang menumpuk itu kan tidak sepenuhnya tanggung jawab daerah. Tapi saat ini daerah malah dipaksa ikut menanggung dan pemda malah anteng-anteng saja,” kata Saipul, Rabu (10/9/2025).

Ia menyoroti hilangnya kewenangan minerba dari pemda yang dinilai mempersempit ruang fiskal dan menambah persoalan lingkungan.

“Pemda mestinya sudah bersikap. Minimal mempertanyakan mengapa kewenangan itu mesti ditarik? Tapi di pemotongan DBH, pemerintah justru tunduk dan patuh,” ujarnya.

Saipul juga mengingatkan kepala daerah agar tidak hanya memosisikan diri sebagai wakil partai atau perpanjangan tangan pusat.

“Padahal logika seperti itu mengabaikan asas desentralisasi. UU 32/2004 jelas mengatur otonomi, tapi hadirnya UU 1/2022 yang membatasi kewenangan daerah justru diamini saja,” tambahnya.

Respons Saipul menyusul pernyataan Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud yang menyebut, dana transfer secara nasional dalam APBN terbaru ditetapkan sebesar Rp690 triliun. Turun signifikan, dibanding 2024 dengan transfer sebesar Rp919 triliun.

“Kalau di Kaltim, dari yang sebelumnya sekitar Rp6 triliun DBH, kemungkinan yang tersisa hanya Rp1,4 triliun saja,” jelas Rudy.

Meski anggaran menyusut, Rudy menegaskan program prioritas tetap dijalankan sesuai visi pembangunan daerah.

Insyaallah tetap berjalan. Tinggal dilihat hasil PMK (peraturan menteri keuangan,red.) 23 September, bagaimana kebijakan baru dari Menteri Keuangan,” tuturnya. (*)