Gas Melon Langka (Lagi) di Samarinda, DPRD : Masyarakat Sudah Saatnya Menggugat

Pertamina menerapkan penjualan LPG 3 kg dengan 1 KTP 1 gas dengan harga normal. Sementara distribusi melalui pangkalan gas, harga eceran tertinggi bisa tak terkendali. (Foto dok.)

Linikaltim.id. SAMARINDA. Warga Samarinda kembali kesusahan mendapat Liquefied Petrolium Gas (LPG) bersubsidi 3 kilogram. Kelangkaan stok membuat harga gas melon itu melonjak. Sebelumnya, Februari lalu kejadian seperti ini juga terjadi di Kota Tepian.

Harga yang seharusnya berada di kisaran Rp18 – 22 ribu per tabung, kini melambung hingga Rp70 ribu per LPG. Bahkan ada yang Rp80 ribu . Antrean panjang dan keluhan warga pun bermunculan.

Bacaan Lainnya

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi III DPRD Samarinda, Abdul Rohim, mengecam keras lemahnya pengawasan dan distribusi LPG subsidi. Ia menyebut Pertamina sebagai pihak yang harus bertanggung jawab penuh atas kekacauan ini.

“Ini bukan masalah baru. Terjadi berulang tiap tahun, tanpa solusi jangka panjang. Yang jadi korban tetap masyarakat kecil. Dan Pertamina tidak bisa terus lepas tangan,” kata Abdul Rohim, beberapa hari lalu.

Rohim mempertanyakan klaim Pertamina yang menyebut pasokan elpiji subsidi mencukupi. Namun harga di lapangan justru melonjak drastis. Ia menduga ada kebocoran distribusi dan permainan harga yang melibatkan oknum atau bahkan sindikasi.

“Kalau distribusi lancar, kenapa harga bisa melonjak empat kali lipat? Jangan-jangan ada penimbunan, atau gas subsidi malah lari ke sektor nonprioritas seperti industri kecil,” ujarnya.

MASYARAKAT BISA MENGGUGAT

Rohim menilai masalah ini tak bisa diserahkan hanya kepada pemerintah daerah, mengingat kendali penuh atas distribusi dan pengawasan elpiji berada di tangan pemerintah pusat melalui Pertamina, Kementerian BUMN, dan ESDM.

“Pemkot hanya punya ruang terbatas. Yang bisa menindak dan mengevaluasi distribusi secara menyeluruh ya pemerintah pusat. Jangan cuma duduk terima laporan, tapi turun langsung ke lapangan,” tegasnya.

Karena berbagai keluhan DPRD tak kunjung digubris, Rohim mendorong agar masyarakat mengambil langkah hukum. Ia menyarankan opsi class action sebagai bentuk perlawanan publik atas kerugian kolektif.

“Kalau DPRD saja tak didengar, mungkin sudah saatnya masyarakat menggugat. Ini soal keadilan,” pungkasnya.

TANGGAPAN PERTAMINA

Soal harga gas melon dalam kesempatan awal bulan April lalu, Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan, Edi Mangun, sempat berkomentar.

“Harga eceran tertinggi ditentukan oleh kepala daerah, dan di tiap kota dan kabupaten harga itu berbeda. Pertamina Patra Niaga tidak menentukan harga gas LPG 3kg. Saya mohon maaf, saya harus menjawab dengan terbatas. K

arena yang menentukan harga adalah kepala daerah,” kata Edi Mangun di depan Kantor PT Pertamina Patra Niaga pada Selasa (8/4/2025) lalu. (*)

 

Pos terkait