Ongkos Relokasi Pasar Subuh Rp500ribu, Marnabas Sebut Pemkot Sudah Siapkan Fasilitas

Asisten II Pemkot Samarinda, Marnabas Patiroy. {Foto : Eko Setyo).

Linikalimtim.id. SAMARINDA. Pemerintah Kota (Pemkot) Samarinda akhirnya mengambil langkah tegas membongkar Pasar Subuh di Jalan Yos Sudarso, Jumat (9/5/2025) pagi.  Pembongkaran dilakukan meski pedagang keukeuh, menolak keras. Pedagang pun masih bertahan di lokasi.

Asisten II Pemkot Samarinda, Marnabas Patiroy hadir saat pembongkaran pasar. Marnabas menyebut, solusi dari pemerintah sudah jelas. “Kami sudah dua kali menyurati. Artinya sosialisasi itu sudah dilakukan,” terangnya.

Bacaan Lainnya

Lokasi Pasar Beluluq Lingau (Pasar Dayak) di Jalan PM Noor dinilai reprentatif. Teduh dan mampu menampung para pedagang dari Pasar Subuh. Bahkan ada ongkos transport Rp500 ribu per pedagang untuk memudahkan pemindahan.

Marnabas juga merinci, 19 dari 20 pedagang daging di Pasar Subuh sudah mencabut undian nomor lapak baru di Pasar Dayak.

Soal kekhawatiran tak laku di lapak baru, Marnabas menyebut pemkot sudah memikirkan itu. Yaitu dengan mengadakan bazar dan subsidi harga daging menjadi Rp100 ribu dari Rp130-an ribu. Begitu juga harga ikan. “Kemarin, ada keluhan jalan. Saya juga sudah perintahkan aspal itu. IPAL-nya sudah ada di sana,” tegas Marnabas.

Dalam kesempatan itu Marnabas juga meanggapi soal permintaan audiensi yang diupayakan Paguyuban Pasar Subuh. Dia menyebut, untuk apa lagi ada audiensi? Sedangkan paguyuban bersama lembaga bantuan hukum (LBH) menggelar konferensi pers. “Ya, kan? Mereka juga buka posko penolakan. Terus ngapain lagi ketemu (audiensi),” kata Marnabas.

Dia menyatakan bahwa proses relokasi telah melalui tahap panjang sejak tahun 2014.

Namun, saat itu pemkot belum punya kesiapan untuk lahan pengganti. Ini membuat upaya tersebut terhenti hingga akhirnya pada 2022 Pemkot menyiapkan lokasi baru di Pasar Dayak, Jalan PM Noor.

Penolakan ini, menurutnya, menghambat penataan kota dan memicu konflik berkepanjangan.

Di sisi lain, perwakilan pemilik lahan, Murdianto, menyatakan bahwa keluarganya telah sejak lama merasa tidak nyaman dengan keberadaan pasar.

Ia menyebut sudah dua kali melayangkan surat permintaan relokasi ke Pemkot Samarinda. Pertama pada 2014, dan terakhir pada 2024.

“Lingkungan jadi kumuh, bau, dan tidak layak. Kami yang tinggal di sini sangat terganggu, apalagi ada keluarga saya yang masih kecil. Semua surat permintaan kami resmi dan bisa dibuktikan,” kata Murdianto.

Ia juga menegaskan bahwa sebagai perwakilan dari keluarga besar pemilik lahan, dirinya bertanggung jawab menjaga dan menertibkan aset di lokasi tersebut.

Baginya, pembongkaran ini adalah bentuk penegakan hak atas kepemilikan yang terlalu lama diabaikan.

“Saya hanya menuntut penggunaan lahan sesuai peruntukannya. Kalau tidak ada tindakan, ini akan terus jadi konflik,” tutupnya.

Konflik ini membuka babak baru dalam tarik ulur antara kepentingan pemilik lahan, kebijakan pemerintah, dan hak-hidup para pedagang yang bergantung dengan denyut ekonomi Pasar Subuh. (*)

Pos terkait