Linikaltim.id. SAMARINDA. Polemik pendirian Gereja Toraja Kelurahan Sungai Keledang, Kecamatan Samarinda Seberang, kembali mencuat. Sejumlah spanduk penolakan muncul di berbagai sudut wilayah tersebut.
Aksi ini menjadi sorotan publik dan memunculkan perbedaan pendapat antara pihak gereja, pemerintah kelurahan, dan warga.
Ketua Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB) Kalimantan Timur (Kaltim) yang juga kuasa hukum Gereja Toraja Sungai Keledang, Hendra Kusuma, menyebutkan bahwa spanduk penolakan tersebut bukanlah yang pertama.
“Ini yang ketiga kalinya kami hadapi. Pertama muncul sekitar Agustus 2024, lalu September, dan sekarang kembali muncul dengan jumlah yang lebih banyak, sekitar delapan hingga sembilan titik,” kata Hendra Kusuma, Senin (26/5/2025).
Hendra menilai pemasangan spanduk sebagai bentuk diskriminasi terhadap pihak gereja. Ia menyebut bahwa seluruh prosedur pendirian gereja telah mengikuti ketentuan hukum yang berlaku, termasuk persyaratan 60 dari 90 tanda tangan warga sebagai dukungan.
“Gereja sudah mengantongi 105 tanda tangan dari warga Sungai Keledang. Bahkan setelah ada penarikan dukungan oleh sekitar 20 warga, syarat itu tetap terpenuhi,” jelasnya.
Sementara itu, Lurah Sungai Keledang, Rahmadi, menyampaikan bahwa spanduk tersebut muncul sebagai bentuk kekecewaan warga yang merasa telah dibohongi terkait penggunaan tanda tangan.
“Beberapa warga merasa dukungan mereka disalahgunakan, dan hingga saat ini izin PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) juga belum keluar. Kami ingin proses administrasi dijalankan dengan benar,” kata Lurah Sungai Keledang Rahmadi ditemui di Kantor Lurah Sungai Keledang, Senin (26/5/2025).
Rahmadi juga menegaskan bahwa masyarakat di wilayahnya sebenarnya sangat toleran.
“Warga muslim di sini tidak pernah melarang umat agama lain beribadah. Mereka tetap bisa melaksanakan ibadah dengan aman dan damai. Tapi untuk mendirikan tempat ibadah permanen, tentu harus sesuai aturan yang berlaku,” katanya.
DUGAAN MANIPULASI TANDA TANGAN
Sementara itu, Ketua RT 24 Sungai Keledang, Marliani, mengungkapkan kekhawatirannya terhadap keabsahan data yang diajukan oleh pihak gereja.
Ia menyebut bahwa sejumlah tanda tangan dalam dokumen dukungan diduga palsu.
“Harusnya FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) tidak langsung mengeluarkan rekomendasi. Harus diteliti dulu apakah data yang digunakan itu benar-benar berasal dari warga kami? Bukan hasil manipulasi,” katanya.
Marliani juga menyebut bahwa di wilayah RT 24 hanya terdapat sekitar 22 kepala keluarga yang beragama non Islam. Menurutnya, dukungan yang diklaim berasal dari warga di luar RT dan tidak mewakili mayoritas warga lokal.
“Kalau 60 dari 90 harusnya dari satu lingkungan, tapi mereka ambil dari satu kelurahan bahkan lintas RT. Ini yang menimbulkan keberatan,” ucapnya.
Meskipun demikian, Marliani menegaskan bahwa tidak pernah ada pelarangan ibadah selama ini.
“Mereka ibadah aman-aman saja. Bertetangga juga baik. Tapi masalahnya ini soal kejelasan syarat, jangan sampai ada data yang dimanipulasi,” lanjutnya.
LAPORKAN
Menanggapi tuduhan manipulasi, Hendra Kusuma membantah keras dan meminta agar pihak-pihak yang memiliki bukti melaporkan ke penegak hukum.
“Kalau memang ada yang merasa dirugikan, laporkan secara resmi. Jangan hanya ramai di media sosial. Data pendukung sudah diverifikasi dan disimpan di kantor kelurahan selama dua bulan,” tegasnya.
Hendra juga membela kredibilitas FKUB yang telah mengeluarkan rekomendasi resmi berdasarkan syarat yang terpenuhi.
“Jika rekomendasi FKUB dianggap tidak sah, berarti mempertanyakan kapabilitas Ketua FKUB sendiri, Pak Kiai Naim, yang menandatangani dokumen tersebut,” tegasnya. (*)


