Linikaltim.id. SAMARINDA. Komisi III dan IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda bukan pertama kali menerima Tim Reaksi Cepat (TCR) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kalimantan Timur (Kaltim). Dalam hal membahas 84 pekerja teras Samarinda yang belum dibayarkan, sudah setahun kasus ini berjalan.
Penyebab kericuhan hearing pekerja Teras Samarinda Tahap I di DPRD Samarinda karena tak ada kemajuan kasus.
KEMARAHAN ANGGOTA DEWAN
Kemarahan Abdul Rohim, anggota Komisi III merupakan luapan emosi dan ekspresi yang tak terbendung. Mengingat masalah ini sudah berjalan setahun. Jalan di tempat sampai di meja wakil rakyat saja.
Sebab, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Samarinda Desy Damayanti tak pernah hadir. Selalu perwakilan yang datang.
Pihak kontraktor PT Samudera Anugrah Indah Permai juga tak pernah nongol dalam pertemuan.
“Apa kamu?! Kamu lihat itu! Gara-gara itu, sengsara orang!” teriak politikus Partai Keadilan Sejahtera itu sembari melempar nasi kotak ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Samarinda.
Suasana ruang pertemuan pun ricuh di Jumat (27/2/2025) pagi itu. Saling teriak, hingga ada juga hadirin yang menyumpah.
Tak hanya Abdul Rochim, sebelumnya Anhar dari Komisi IV juga sempat mengomel panjang. Anhar juga mempertanyakan, Kadis PUPR yang tak pernah hadir. Bahkan dia berprasangka, PUPR kongkalikong dengan kontraktor.
Berapi-api, Anhar megatakan, proyek Pembangunan Samarinda Tahap I tidak berkah. “Jangan PHI, PHI, PHI (Pengadilan Hubungan Industri) terus. Berapa sih karyawan yang pernah dimenangkan PHI? Saya ini lama jadi aktivis buruh,” ucap Anhar panjang lebar.
DPRD Kota Samarinda berencana memanggil Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) untuk mencari solusi konkret.
NASIB SETAHUN MENUNGGU
Seorang istri pekerja pembangunan Teras Samarinda Tahap I bernama Rina harus menelan pil pahit kehidupan.
Suaminya pergi membawa satu anak. Sementada Rina, membawa dua anak.
Rumah tangganya jadi berantakan. Suami entah kemana bersama anak. Karena tak sanggup menanggung beban berkepanjangan.
Rina bersama dua anaknya, tinggal di gudang yang tak layak. Juga tidak tahu harus melangkah kemana usai diusir dari kontrakan.
Kisah Rina mungkin yang paling sedih. Tapi banyak istri-istri dan anak pekerja terdampak dari tak kunjung cairnya upah pekerja. Misalnya saja, istri pekerja yang memiliki kantin, sampai kebingungan memutar modal yang terus terpakai. Sebab berharap dari bulan ke bulan upah terbayar.
DESAK KEJAKSAAN MENGUSUT
Tim TCR PPA Kaltim mendesak pengusutan penggunaan anggaran dalam pembangunan Teras Samarinda Tahap I.
Dari Rp36,9 miliar biaya pembangunannya, sangat rancu jika Rp430 juta pembayaran upah 84 pekerja tak dibayar setahun lamanya. Selain itu kecurigaan bertambah karena PT Samudera Anugrah Indah Permai tidak beralamatkan di Samarinda, melainkan di Jakarta.
Tim TCR PPA pun aksi di depan Kejaksaan Negeri Samarinda. Mereka menuntut agar kejaksaan mengusut tuntas dugaan penyelewengan penggunaan APBD pembangunan Teras Samarinda Tahap I.
Kuasa hukum TCR PPA Sudirman menyebut telah mempersiapkan berkas. Dan siap untuk melaporkan ini ke Kejaksaan maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (*)